Mencari Esensi Kebahagiaan
Catatan
filsuf gadungan
Jumat,
29 Januari 2021
Hari demi hari
kita bekerja, berletih-letih mengejar apa yang kita kira bisa membuat kita
bahagia. Melihat teman yang nampak bahagia, berkatalah kita
“Alangkah bahagianya dia.”
Lalu kita ingin
mendapatkan hal yang serupa agar bisa segera bahagia.
Begitu juga
untuk hal-hal yang lain.
“Sepertinya aku akan bahagia kalau
seperti ini.”
Setiap detik
kita berlari menuju titik yang kita kira akan ada bahagia di sana. Titik demi
titik kita hampiri, mungkin saja memang ada bahagia di sana. Tapi juga mungkin saja
tidak.
Kita akan berhenti ketika kita tua dan hampir mati. Pertanyaan seperti
apa rupa bahagia mungkin saja terjawab saat itu. Tapi celakaya bila ternyata di saat itu pun kita masih saja berprasangka
“Alangkah bahagianya dia.”
Dan kita masih
saja mengira
“Sepertinya aku akan bahagia kalau seperti itu”
Tidak bisakah kita bahagia sepanjang waktu? Sebentar saja?
Padahal di luar sana bisa saja ada banyak orang yang kita kira nampak sengsara, padahal mereka sedang merasakan nikmatnya bahagia setiap hari.
Mata kepalaku melihat sendiri, ada guru di
perbatasan yang dibayar ala kadarnya, yang sehari-hari hanya makan singkong goreng
dan ikan kayu. Ku kira ia akan menderita dan mengeluh sepanjang hari. Tapi ternyata aku justru belajar apa arti bahagia. Ia bahagia sebab merasakan cinta dari ribuan anak
dan orang-orang di sekelilingnya.
Atau seseorang
yang setiap hari kehabisan waktunya untuk menyampaikan kebaikan ke
banyak-banyak tempat dan orang, tapi sangat bahagia karena merasa telah mengabdi
dan berbakti kepada Tuhannya.
Lalu bila kita
jauh dari kesusahan layaknya mereka, kenapa tak kita putuskan untuk bahagia saja sekarang?
Mengapa harus menunggu lulus kuliah, punya pekerjaan, punya banyak uang, punya
banyak waktu dulu untuk bahagia?
Bahagia kadang sesederhana itu. Jangan-jangan kita tidak bisa bahagia karena terjebak dengan konsep bahagia kita sendiri yang terlalu rumit. Marilah mengingat bahwa setiap hari kita telah banyak diberi olehNya. Apakah banyak pemberian itu belum cukup untuk membuat kita bahagia?
Barangkali di hari tua nanti kita baru sadar bahwa di dunia
tempat kita hidup sekarang ini, ternyata memang tiada yang namanya kebahagiaan sejati. Kalau ia tak bersemayam di jiwa kita hari ini, mungkin saja ia telah rapi tersimpan di kehidupan setelah mati nanti. Barangkali..
0 komentar:
Posting Komentar