Tulisan Belum Berjudul

|
Tulisan Belum Berjudul
Iman Sri Nugroho

     Membangun generasi muda yang bermutu adalah kunci kemajuan sebuah bangsa. Negara mana yang tak ingin memiliki anak-anak muda yang terdidik dan tercerahkan, yang tak hanya pintar tetapi juga berkarakter. Kemudian tentu bisa diandalkan untuk melanjutkan estafet pembangunan. Pun demikian dengan bangsa ini.
     Pada konteks itu pula, mewujudkan sistem pendidikan yang tepat, tak lagi dapat ditawar. Pembangunan pendidikan yang menyeluruh pun menjadi sebuah kewajiban yang harus dikelola secara optimal oleh pemerintah kita. Tak ada lagi alasan yang pantas bagi pemerintah untuk tidak mewujudkan pendidikan yang berkualitas, adil, dan yang terpenting, menyeluruh dan terjangkau bagi semua anak di negeri ini.
     Memang, pendidikan selalu mendapat perhatian lebih di setiap era pemerintahan republik ini. Pendidikan pun kini mendapat jatah anggaran yang paling besar di kementerian. Tahun 2016 ini misalnya, anggaran pendidikan kita bahkan mencetak sejarah yang fantastis. Dimana dalam APBN 2016 pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp. 419,2 triliun dari total belanja negara yang berjumlah Rp. 2095,7 triliun, atau 20% dari keseluruhan anggaran sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang.
     Tetapi demikian, saat ini harus kita akui bahwa output dari dana ratusan triliun itu ternyata belumlah menggembirakan. Misalkan Indonesia hanya mampu menduduki peringkat ke-69, dalam daftar kualitas negara anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi Pembangunan (OECD). Hal ini sangat memprihatinkan jika kita bandingakan dengan negara-negara jiran. Singapura bahkan menjadi negara teratas dalam daftar yang dirilis oleh BBC dan Financial Times pertengahan tahun 2015 lalu. Atau Malaysia yang bercokol di nomor 52, thailand 47, dan yang mengejutkan Vietnam jauh di peringkat 12. Baiklah hal ini agaknya memang tak terlalu penting. Tetapi survei ini menjadi bukti bahwa ternyata pendidikan yang berkualitas belum tentu bisa didapatkan dengan jumlah investasi yang besar-besaran semata, tetapi juga mesti dibarengi dengan keseriusan tingkat dewa dari pemerintah.
     Perubahan sudah semestinya dilakukan oleh pemerintah. Perubahan di sini adalah yang positif, merata, dan menyeluruh. Tidak hanya bicara soal infrastruktur saja, perbaikan sistem pendidikan adalah hal yang paling layak dievaluasi saat ini. Melalui perubahan kurikulum, semestinya peserta didik semakin mendapat pelayanan dan fasilitas yang maksimal, bukan sebaliknya.
     Negara ini sudah lebih dari tujuh dekade memiliki pemerintahan sendiri. Dalam bidang pendidikan setidaknya sudah sebelas kali variabel bernama kurikulum itu digonta-ganti. Tetapi demikian, mau diakui atau tidak, setuju maupun tidak, nyatanya pendidikan kita hingga saat ini dirasa belum juga memiliki kurikulum yang pas untuk pelajar kita. Hal ini dibuktikan dengan perubahan kurikulum yang paling baru –KTSP menjadi Kurikulum 2013. Dimana, pejabat kementerian saat itu mengklaim kurikulum 2013 memiliki banyak keunggulan serta perbedaan yang kontras dari kurikulum sebelumnya. Namun hingga saat ini, nyaris tiga tahun kurikulum itu berjalan, belum banyak perubahan positif yang dibawanya. Tragisnya justru lebih banyak terdengar keluhan disana-sini baik itu dari tenaga pengajar, maupun dari siswa. Karena dengan diterapkannya kurikulum yang baru ternyata juga memerlukan waktu adaptasi dari segala hal yang cukup lama. Kurang lebih ini adalah bukti bahwa perubahan kurikulum yang terbaru tidak mencerminkan tata pembangunan yang berkesinambungan dalam dunia pendidikan kita. Dan pemerintah harusnya mampu dengan segera mendeteksi kekurangan itu. Apa iya pemerintah kita selama berpuluh-puluh tahun belum juga mampu menciptakan kurikulum yang mapan?
     Sistem pendidikan kita masih jauh dari kata sempurna. Wajar, kata orang memang tiada yang sempurna di dunia ini. Jadi, kiranya saya bukan bermaksud menuntut pemerintah untuk menghadirkan sistem pendidikan yang sempurna, tetapi sistem pendidikan yang ideal, yang setidaknya mampu mengarahkan generasi muda menjadi generasi yang tak hanya terpelajar, tetapi juga berkarakter. Sesuai dengan apa yang digadang-gadangkan selama ini.
     Sekolah sebagai unit pelaksana teknis juga semestinya bisa lebih proaktif dalam mewujudkan pendidikan yang berintegritas, karena sia-sialah jika dari atas pemerintah sudah memberikan segala upaya secara maksimal, tetapi ternyata dieksekusi dengan sangat lemah oleh sekolah. Peran guru sangat vital mengingat mereka memiliki tugas untuk mengajar hingga merekalah  yang akhirnya menentukan angka-angka di lembaran bernama rapor, yang saat ini dianggap mampu menjadi tolak ukur keberhasilan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Sadar atau tidak, guru memiliki peran yang cukup sentral dalam membentuk kualitas generasi berikutnya. Menentukan kualitas negara ini di masa depan. Adalah sebuah kenyataan yang memilukan, manakala saat ini kita mendapati ternyata rapor masih gagal menjadi indikator kesuksesan belajar siswa sebagaimana mestinya. Siswa dalam menempuh pendidikan pun berorientasi bukan pada bagaimana mendapat ilmu yang sebanyak-banyaknya sehingga kelak dapat memberi manfaat pada sesama, melainkan justru lebih kepada bagaimana mendapat nilai yang setinggi-tingginya. Nilai rapor kini pun menjadi sesuatu yang sangat mudah dimanipulasi, dimana guru bisa saja ‘mengangkat’ nilai seorang murid seenaknya hanya demi kebaikan nama sekolah. Guru juga semestinya menyadari bahwa sampai kapan pun tanggung jawab utama mereka adalah mengajar dan mendidik.

     Jika situasi seperti ini tak kunjung diubah, maka sampai kapan bangsa ini menipu diri sendiri. Pendidikan yang diharapkan mencetak generasi yang gemilang, justru menciptakan paradigma dan pola pikir generasi muda yang menyesatkan. Di sinilah sekali lagi perlunya perhatian pemerintah untuk mulai memikirkan sistem pendidikan yang baik dan sesuai dengan peserta didiknya, sebelum semua menjadi semakin rumit dan terlanjur. Mudah-mudahan bangsa ini segera bertemu dengan generasinya yang terpelajar, memiliki kualitas, dan yang paling penting, berkarakter unggul.

0 komentar:

Posting Komentar